Sistem Tanggung Renteng Ala SBW
Kkoperasi simpan pinjam (KSP) yang menemukan sendiri sistem manajemennya? Salah satunya, Koperasi Setia Bhakti Wanita (SBW) Jawa Timur.
Bagi kalangan koperasiwan KSP, manajemen tanggung renteng ala SBW sudah dikenal. Hj Yoos Siti Aisyah Lutfi, sang arsitek SBW mengenai filosofi, prinsip kerja, dan penerapan manajemen tanggung renteng.
Sejak awal berdiri (1978), KSP SBW menganut sistem tanggung renteng. Penerapannya, kepada setiap anggota diberi keleluasaan membentuk yang berjumlah 20 sampai 30 orang. Di dalamnya terbentuk interaksi kebutuhan antar anggota. Satu sama lain saling menopang dan ikut bertanggung jawab terhadap kewajiban kelompok.
Saat pembentukan kelompok, pihak SBW tidak ikut menentukan siapa saja anggota kelompok yang akan dipilih. Kelompok itu sendiri yang memutuskan: Apakah seseorang bisa diterima atau tidak menjadi anggota kelompok.
Salah satu nilai yang yang ingin dibentuk melalui pembentukan kelompok dan dengan sistem tanggung renteng adalah sikap tanggung jawab setiap anggota kepada lembaga koperasi dan orang lain. Hasilnya, jika jumlah kelompok di SBW tahun 2003 mencapai 359 kelompok, per akhir Agustus 2005 jumlah kelompok sudah mencapai lima ratusan lebih.
Sistem tanggung renteng, mempermudah mengatur anggota SBW yang sudah mencapai puluhan ribu orang. Manfaat lainnya akan mengurangi tingkat pinjaman macet betul-betul nol persen. Kenapa bisa berhasil? Sebab setiap anggota yang akan mengajukan pinjaman oleh anggota kelompok yang sama. Mereka juga selalu berusaha jangan sampai pinjamannya macet. Kalau sampai macet orang lain bisa repot.
Sistem tanggung renteng yang diterapkan SBW awalnya menakutkan, karena itu menyangkut pinjaman uang. Apalagi diembel-embeli dengan sistem tanggung renteng. Namun, setelah memperoleh penjelasan detail, banyak masyarakat sekitar tertarik untuk bergabung menjadi anggota koperasi. Awalnya takut akhirnya terpincut.
Sistem tanggung renteng ternyata menghasilkan interaksi antaranggota yang sangat solid. Dalam praktiknya, interaksi antaranggota menjadi semacam konsultasi gratis.
Untuk tahap awal, anggota tidak boleh asal nyelonong meminjam langsung ke koperasi.
Anggota harus permisi kepada sesama anggota kelompok, berarti calon peminjam sedang membuat komitmen yang tidak main-main. Meminjam uang dan harus mengembalikan tepat waktu. Lebih baik lagi sebelum jatuh tempo. Kalau ini bisa diamalkan, bukan hanya si peminjam yang dapat nama baik. Kelompok pun terangkat pamornya.
Sebaliknya, jika peminjam bermasalah dengan kreditnya, dia langsung terkena sanksi “cap hitam” (black list). Tidak lain, karena ulah satu anggota, seluruh anggota dalam kelompok harus menanggung masalah si peminjam macet. Inilah inti sistem tanggung renteng.
Penerapan sistem tanggung renteng secara konsisten bisa mengalahkan bank. Kok bisa? Ya, karena anggota yang pinjam uang sama sekali tidak perlu harus ada jaminan atau agunan. Yang menjamin tidak lain adalah anggota lain dalam kelompok.
Seluruh anggota yang merekomendasi sekaligus bertanggungjawab. Maka itu, masing-masing anggota harus benar-benar menjaga kepercayaan yang diberikan para anggota dalam satu kelompok.
Kepercayaan yang diberikan secara bertahap. Seluruh anggota merekomendasikan ke KSP SBW agar pinjaman pertama calon peminjam dikabulkan misalnya Rp 600 ribu. Pada tahun kedua disetujui Rp 800 ribu, dan pinjaman ketiga baru boleh Rp 1 juta.
Pertimbangan itu disesuaikan dengan kemampuan anggota mengangsur hingga lunas.
Jika satu anggota terbukti tepat waktu menggembalikan angsuran, setelah 70% mengangsur dia sudah boleh meminjam lagi. Tentu saja setelah melalui konsultasi dan izin dari seluruh anggota kelompok.
Penerapan tanggung renteng menjunjung nilai kebersamaan, bukan basa-basi. Maksudnya, anggota kelompok selalu ikut memikirkan dan selalu peduli jika anggota yang lain sedang butuh uang. Berarti pula emansipasi juga muncul secara spontan. Hebat memang SBW...
Currently have 0 komentar: